Segenap suara lembut membuka semacam salam tanpa salim
tangan. Surat suara pertama kepada seorang kamu
Oh, nona bagaimana kabarmu? Apakah kau baik, buruk, atau tak
berkabar.
Sontak aku berkobar untuk rajin bertanya soal keberadaanmu.
Jauh, bahkan melebihi masa lalu dan hendak kupergi untuk mendekat bukan
untuk menjauh.
Sudah lama aku terjaga di siang dan malam ditemani kopi berwarna awan mendung, dan jutaan biji kuaci yang sibuk kugrogoti dengan gigi yang pernah melukai lidahmu.
Sudah lama aku terjaga di siang dan malam ditemani kopi berwarna awan mendung, dan jutaan biji kuaci yang sibuk kugrogoti dengan gigi yang pernah melukai lidahmu.
Dalam cumbuan malam kita merajut kenang.
Aku tak berharap kaumengabulkan harapanku, yaitu tentang berbalas kabar.
Cukup, zamana kupikir sudah secanggih cinta; seperti adik-adik kecil
yang kujumpai di sekolah-sekolah dasar, mereka saling berpasangan
sehingga membuatku pusing.
Lupakan!
Di balik layar digital aku sering membaca keseharianmu yang kau tulis tanpa malu dan kau tersenyum.
Di balik layar digital aku sering membaca keseharianmu yang kau tulis tanpa malu dan kau tersenyum.
Ah, kupikir kau bersandiwara, dan
aku tau, hatimu masih belum kering akan goresan luka yang tak sengaja.
Surat suara kepada seorang kamu.
Surat suara kepada seorang kamu.
Aku ingin kau mengartikan tentang rasa, merski arti takkan selamanya
berarti. Dulu aku yang mencintaimu, dan kini aku yang dilupakan--dilupakan olehmu.
kuharap kau setia seperti kenangan yang sampai saat ini masih mendampingiku, mungkin sampai matiku nanti.
kuharap kau setia seperti kenangan yang sampai saat ini masih mendampingiku, mungkin sampai matiku nanti.
Salam rindu kepada kamu, dari sesosok aku.