Udara yang saling terhirup kemudian menjadi harap yang terhela
Pangkuan sebagai alas, dan tangan untuk mengelus kepala
Sedang pundak adalah peneduh ingatan serupa pondok
Ucapan di bibir telah menjadi bubur
Cinta yang harus kuteruskan sebelum bencimu muncul di sekitar teras
Sebab lidah takkan menjilat apa-apa yang telah terludah
Dan cerutu kecil ini kujadikan teman saat mendengar ceritamu
Kau awali dengan senda yang kutahu ada sendu yang teramat sandi di dalamnya
Terus berlanjut sampai malam kehabisan gelap
Tak berapa lama terdengar lebung; semacam tangis yang jatuh ke lubang yang paling dalam dari segala palung
Seperti air mata hasil perahan perih
Kemudian kuselamatkan dengan seka tangan bersudut siku
Di pipimu yang mengalir serupa air-air dalam pipa
Bersandarlah, lalu lupakan segala sindiran